Suasana di ruangan studio itu nampak sepi.
Disana hanya ada seorang lelaki dengan badan besar namun bersikap sangat
kemayu, seorang wanita muda yang sedang menggantukan baju-baju yang sempat
tidak jadi di gunakan dan juga ada seorang lelaki muda yang menekan-nekan
tombol pada kamera-nya. Aku yang menjadi objek foto dari sang fotografer hanya
mengikuti arahannya agar foto tersebut menjadi lebih baik dan sesuai dengan
keinginannya.
“kita selesaikan.. Kamu mau lihat hasil gambarnya?” tanya
forograferku sambil tersenyum. Aku mengangguk kikuk dan mengikutinya ke dekat
layar komputer dekat dengan wardrobe.
“berapa gambar yang dikirimkan ke majalah?” tanyaku.
“mungkin sekitar tiga atau empat.” Dia mengklik-klik beberapa kali dan
menampilkan wajahku yang berbeda dengan kenyataanya. “setelah ini mau ke mana?”
“hah?” aku terdiam sebentar dan menatap wajahnya yang masih serius
menekuri foto-foto di depannya. “pulang, masih banyak tugas.” Jawabku. Aku
menatap jam dinding di dekat pintu keluar yang sudah menunjukan jam sepuluh
malam.
“mas, saya pulang duluan ya.. kayaknya udah di tunggu di depan.
Permisi..” pamitku sambil berjalan mendekati pintu keluar.
Aku berjalan sendirian di koridor panjang begitu keluar dari area studio,
perasaanku mulai tidak enak. Gedung pemotretan ini memang selalu menyeramkan
bila sudah malam hari. Cahaya di koridor itu hanya ada tiap lima meter.
Beberapa ruangan yang aku lewati pun tampak gelap karena penghuni ruangan itu
sudah pulang dari tadi. Bunyi sepatu bertumit rendah yang aku pakai terdengar
lebih nyaring dari biasanya, membuat jantungku berdetak lebih kencang. Perasaan
kurang enak tadi makin memuncak, menyebabkan aku berjalan lebih cepat menuju
ruangan paling ujung tempat barang-barang aku simpan.
Begitu sampai di depan pintu, aku sedikit terkejut karena pintu tidak
tertutup dengan rapat. Padahal aku yakin sekali kalau sebelum aku meninggalkan
ruangan, aku sudah menutupnya dengan rapat. Suara engsel yang sudah lama tidak
di berikan oli membuat bulu kudukku makin merinding. Aku menengok ke dalam
ruangan penuh dengan meja rias dan lampu-lampu kuning yang sangat terang.
Kondisinya masih sama seperti saat aku meninggalkan ruangan ini.
Aku mulai memasukan barang-barang yang bercecer ke dalam tas-ku yang
cukup besar. Setelah tas aku ambil, ternyata ada suatu kotak seukuran buku
tergeletak disana. Warnanya hitam-hitam tanpa celah warna apapun. Saat aku
mengambilnya, bagian dasar dari kotak tersebut seperti ada air yang merembes.
Aku menatap tanganku yang tiba-tiba saja berubah menjadi warna merah. Perasaan
ketakutanku memuncak begitu tak sengaja aku menjatuhkan kotak itu membuat
isinya terhambur keluar.
Itu adalah potongan tangan dengan bagian jari-jari yang sudah di
silet-silet. Darah segar keluar dari setiap irisannya. Detik itu juga terdengarlah
suara jeritan histeris.
Suara histeris itu. Suaraku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar